Aku Takut Tidak Sesempurna Itu


Oleh: Anisa Intan Amalia
Siswa kelas XII IPS 3 SMA Al Hikmah

Usia remaja tentunya bukanlah hal yang mudah untuk dilalui. Banyak problematika di dalamnya. Dan tentunya peran orangtua mulai tergeser saat ini. Banyak anak sekarang lebih sering mencari dan memperoleh informasi melalui teknologi yang ada. Padahal, zaman dahulu anak mengetahui sesuatu berasal dari orangtuanya. Hal ini yang menyebabkan peran orangtua tergantikan dengan gadget. Nah hal itu bisa jadi bukan sepenuhnya salah dari kemajuan teknologi yang ada. Namun intensitas komunikasi antara anak, dengan orangtua yang berkurang.

Banyak orangtua yang bertanya “Kenapa sih kamu kok gak mau terbuka sama Mama/Papa?”. Itu bisa jadi karena tuntutan orang tua yang terlalu memaksakan, atau tidak sesuai dengan kapasitas anak. Dan itu yang membuat anak menjadi takut untuk terbuka terhadap orang tuanya. Hal itu yang membuat anak takut jika dia terbuka apakah orangtuanya bisa menerima atau tidak. Bisa juga dia berfikir “aku tidak sesempurna itu”. Banyak juga orangtua menginginkan anaknya menjadi yang “paling” bisa diunggulkan. Padahal, setiap anak punya porsinya sendiri-sendiri. Tidak semua bidang anak tersebut memumpuni di segala hal. Mungkin ada yang hanya mampu di satu, dua, atau selebihnya.

Setiap orangtua dan anak seharusnya mempunyai waktu minimal 5-10 menit untuk berdiskusi. Entah itu hal yang mendesak, atau hanya sekedar bercerita bagaimana keadaan di sekolahnya tadi. Pulang kerja itu memang melelahkan, tapi apa salahnya menjadi pendengar yang baik walau hanya sebentar. Banyak anak di luaran sana yang kebingungan harus bercerita ke siapa. Bukan berarti dia tidak punya teman untuk dipercaya, melainkan dia butuh fiigur pendengar yang baik dari orangtuanya.

Di Indonesia, sudah banyak anak yang menderita dysthymia, dimana kondisi kronis yang ditandai dengan gejala depresi (suasana hati rendah) terjadi hampir setiap hari minimal dua tahun. Itu bukan hal yang pantas untuk dihiraukan begitu saja. Kemungkinan terburuk yang biasa dilakukan remaja adalah percobaan bunuh diri. Saya mendapati banyak orang di lingkungan saya, 70% sudah pernah melakukan cutting. Perhatian yang kurang diberikan ke anak bisa membuat anak merasa kesepian. Ada juga anak yang mencari perhatian di luar lingkungan rumahnya. Bisa jadi dia mencari perhatian di lingkungan sekolahnya.

Saya juga mendapati orang di lingkungan saya tiba-tiba menangis tanpa sebab, dan sering tidur. Mari kita bahas mengapa anak menangis tanpa sebab terlebih dahulu. Biasanya, ini mula gejala dari  depresi ringan, depresi ringan biasanya terjadi beberapa minggu, dimana kita merasa hal yang menyenangkan sudah tidak menarik lagi, rasa putus asa dan lain sebagainya. Kedua, mengapa anak sering tidur, itu terjadi karena dia merasa sedang sedih, bahkan dia sudah tidak bisa mengekspresikan kesedihannya melalui tangisan.

Banyak pikiran juga memicu depresi ringan, hal tersebut terjadi karena si anak tidak bisa mengelola perasaannya dengan baik. Ada yang mendahulukan emosinya terlebih dahulu dibanding logikanya. Emosi seharusnya disalurkan kearah yang positif. Semisal, sebelum tidur sebaiknya anak bercerita terhadap orang terdekatnya. Jika dia belum bisa terbuka dengan orang tuanya paling tidak dia bisa menuliskan apa yang ia pikirkan melalui tulisan. Menurut saya itu akan sangat membantu si anak agar bisa tidur dengan nyaman.

Terkadang ada orangtua yang sudah sangat terbuka dengan anaknya, tapi malah justru anak itu yang menutup diri. Justru dia lebih mempercayai temannya dibanding orangtuanya. Bisa jadi, si orangtua pernah tidak sengaja memotong pembicaraan anak, membuka rahasia anak, bersikap otoriter, tidak mau mendengarkan saran si anak. Hal tersebut bisa jadi membuat anak takut untuk terbuka. Di usia remaja, banyak hal yang ingin diketahui anak. Ingin melihat luasnya dunia. Kita juga sebagai anak semestinya mengkomunikasikan segala sesuatunya dengan orangtua. Memang si, kita sebagai remaja berfikir bahwa tidak semua hal orangtua harus tau mengenai hal yang kita alami. Tapi menurut saya itu kurang pas, sebab jika kita terlalu tertutup orangtua tidak bisa memberi arahan yang pas buat kita.

Ada masanya kita merasa lelah untuk menjadi apa yang orangtua kita mau. Tapi hal yang dilarang orangtua juga tidak selalu buruk. Orangtua tentunya menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Semisal begini, kita ingin sekali melanjutkan studi ke luar negeri, tapi orangtua malah melarang. Bukan karena alasan lain, tapi orangtua ingin lebih sering menghabiskan waktunya dengan anak. Masa sih kita sebagai anak memberi waktu kita sedikit saja tidak bisa. Lambat laun kita juga bisa paham kenapa si orangtua segitunya sama kita. Orangtua bakal kasih apa yang kita butuhkan daripada apa yang kita inginkan.

Jadi, berhentilah untuk membuat standard baik buruknya orang. Karena setiap orang pasti sudah pernah melakukan usaha terbaiknya menurut mereka masing-masing. Kita semuanya bukan hanya orangtua, melainkan anak juga harus belajar menjadi pendengar yang baik. Saya yakin setiap orang sedang berproses, hargai setiap proses itu, dan jangan jadikan angka 100 sebagai standar keberhasilan orang, lakukan usaha terbaik terlebih dahulu, sebab 100 hanyalah bonus. Jadilah orangtua yang tidak mengikat seperti tali, namun juga tidak sebebas mimpi.)*